Menerbitkan buku merupakan prestasi bagi seorang penulis. Selain untuk mencari nafkah, menulis buku juga, meningkatkan daya profesional dari seorang penulis. Penulis dianggap sudah layak tampil di dunia penulisan publik jika sudah pernah meluncurkan karya berupa buku. Akan tetapi, untuk bisa lolos menelurkan karya berupa buku terkadang terhambat di penerbit. Tidak sedikit tulisan berbobot yang ditolak penerbit karena tidak sesuai dengan kriteria yang dimiliki. Dapat juga karya tersebut dianggap kurang memiliki nilai jual dan masih ada banyak lagi yang menjadi alasan menolak calon penulis buku.
Sejak awal tahun 2000-an mulai muncul apa yang disebut self publishing melalui layanan print on demand yang disajikan oleh percetakan. Penerbit indie mulai berlomba meraih pelanggan yang notabene para calon penulis buku. Dengan maraknya para penulis buku indie maka disambut pula oleh tomo buku yang siap menerima karya indie tersebut. Bahkan akhir-akhir ini muncul banyak top seller yang berasal dari penulis buku indie yang selanjutnya justru diburu para penerbit.
Berikut beberapa kelebihan menerbitkan buku secara indie.
1. Tidak Perlu Melalui Birokrasi Di Penerbit
Penerbit sudah memiliki alur birokrasi tersendiri untuk bisa menerbitkan buku. Tujuan penerbit adalah untuk memperoleh buku yang berkualitas dan mampu memberikan pemasukan finansial yang bagus bagi buku yang diterbitkannya. Akan tetapi, birokrasi menjadi penghalang bagi para penulis batu yang belum pernah berhubungan dengan penerbit. Adanya review atau pemeriksaan naskah yang dilakukan penerbit terkadang memakan waktu sampai lebih dari 3 bulan. Hal ini tentu tidak dikehendaki oleh penulis yang ingin bukunya segera tayang. Dengan sistem self publishing maka lama waktu dapat dipersingkat dan sesuai dengan kebutuhan penulis
2. Pendapatan Finansial Lebih Sesuai Keinginan
Penerbit memiliki patokan harga buku sesuai dengan hasil survey kelayakan terhadap isi buku yang diterbitkan. Penulis tidak memiliki hak menentukan harga jual buku di pasaran. Untuk buku dengan sistem jual putus, juga hanya dihargai antara 1,5 sampai dengan 4 juta rupiah dan itu memerlukan seleksi kualitas yang tidak mudah. Sedangkan untuk sistem royalti, biasanya penerbit hanya mampu memberi royalti sebesar 5-10% dari nilai jual buku. Sementara itu, jika anda menerbitkan buku secara indie maka laba buku setelah dikurang ongkos cetak buku, sepenuhnya menjadi bsk penulis buku.
Jika buku menjadi best seller, maka anda bisa menghitung berapa dana yang bisa anda raup. Harga buku ditentukan oleh penulis buku itu sendiri yang biasanya berkoordinasi juga dengan percetakan print on demand.
3. Bebas Menentukan Topik
Penerbit pada umumnya memiliki batasan untuk topik yang boleh diangkat. Topik yang agak mengarah ke politik praktis biasanya kurang mudah diterima penerbit pada umumnya yang memang cenderung berbahaya bagi eksistensi dan keberadaan penerbit. Namun bagi anda yang cenderung suka menulis dengan sedikit “panas” tidak akan dibatasi untuk menyuarakan pikiran secara lugas, tentu saja dengan resiko, konsekuensi dan tanggung jawab ada di pundak penulis sepenuhnya. Dengan self publishing, anda bisa berekspresi secara penuh melalui tulisan. Tidak sedikit penulis yang sukses dengan karya menggigit yang sebenarnya masih sangat bisa dipertanggung jawabkan.
4. Menentukan Tampilan Sesuai Selera
Penerbit buku memiliki hak untuk menentukan desain dan tampilan buku. Penulis hanya diberikan hak menulis isi buku atau karya di dalamnya mungkin termasuk ilustrasi. Akan tetapi, ada penerbit yang bahkan menyerahkxn ilustrasi buku kepada tim dalam penerbit sehingga karya murni penulis ada di dalam tulisan belaka. Akan tetapi, bagi penulis buku indie, anda bisa menorehkan karya desain dan ilustrasi sesuai keinginan dan selera pribadi.
Mudah bukan menjadi penulis buku? Selamat berkarya.